..:: Selamat Datang di iloworld.blogspot.com ::..

Minggu, 16 Desember 2007

Robo Expo: Menjelajah Dunia Robot



Robot mini ini didesain dengan bentuk yang bersahabat, menggunakan layer GameBoy untuk membantu anak-anak memahami dunia robot.



source

(Erabaru.or.id) − Robot dalam segala bentuk dan ukuran dipamerkan di the Reuben H. Fleet Science Center's Robo Expo, pada 11 Nopember 2007, mendidik anak dan para orang tua tentang robot.

“Ada kesenjangan komunikasi antara laboratorium dengan kelas belajar, dan ini adalah cara Pusat Ilmu Pengetahuan menjembatani kesenjangan ini dengan menampilkan karya-karya, pengetahuan, dan ketrampilan mengenai dunia robot kepada para siswa sehingga mereka dapat mempunyai acuan cara pandang,” kata Julie Lawrence, koordinasi edukasi di Pusat Ilmu Pengetahuan Reuben H. Fleet.

Dengan memiliki kemampuan lebih dari cukup untuk menghibur setiap orang, Robo Expo menampilkan karya-karya pameran mulai dari NASA hingga BotBall, masing-masing menyajikan tipe robot yang berbeda dan menjelaskan fungsinya. Dari dengungan bawah air dan robot otomatis hingga robot kecil berkabel dengan GameBoys, pengunjung dapat melihat dari tangan pertama beberapa bidang ilmu dimana robot dapat membantu menjelajah. Jeff Major, guru dari Aliansi Ilmu Pengetahuan San Diego di bidang robotic membantu anak-anak ikut serta dalam permainan bernama Botball, sebuah olahraga baru yang dimainkan dengan robot remote control. Major menekankan peran robot untuk bermain agar para siswa ikut termotivasi untuk belajar lebih baik di sekolah, membiarkan mereka bermain sambil mempelajari subjek seperti halnya dalam matematika. “Saat semuanya dikatakan dan dikerjakan, ini semuanya tentang mereka (para siswa),” kata Major.

Diadakan setiap tahunnya oleh San Diego County Office of Education bekerja sama deng-an Aliansi Ilmu Pengetahuan San Diego, ini merupakan tahun pertama Robo Expo diadakan di Pusat Ilmu Pengetahuan Reuben H. “Saya kira ini sangat menarik, sangat inovasi, dan saya tidak sabar menjadi bagian dari bidang ini,” kata Alexander Nabavi-noori, seorang siswa berumur 12 tahun yang menghadiri acara ini. (dit)

Robot-Robot Sensitif di International Robot Exhibition 2007



source

Robot Juga Butuh Perhatian

Robot diciptakan untuk meringankan beban manusia. Tapi, itu dulu. Sekarang, perkembangan teknologi robot maju pesat. Robot mempunyai perasaan dan emosi seperti manusia. Malah, ada beberapa di antaranya yang butuh perhatian dan kasih sayang "sang majikan."

Seperti beberapa robot berikut ini. Robot-robot ini dipamerkan di ajang International Robot Exhibition 2007 (IREX 2007), yang diselenggarakan di Tokyo, Jepang, pada 28 November-1 Desember lalu.
---------

003 Simroid

Robot ini mempunyai fungsi sebagai simulator. Ia digunakan untuk "kelinci percobaan" para dokter gigi. Dengan Simroid (simulator android) buatan Kokoro Company Ltd ini, kesalahan pun dapat diminimalkan.

Dalam IREX 2007, Simroid menjadi salah satu robot yang sering menarik perhatian pengunjung. Sebab, ukuran dan tampilannya mirip manusia. Beberapa bagian tubuhnya cukup detail dan menyerupai organ tubuh manusia. Otot-ototnya lentur dengan mengandalkan pipa bertekanan udara. Kulitnya menggunakan bahan silikon lembut yang halus, layaknya kulit seorang gadis.

Selain itu, Simroid mampu menerima perintah dalam bentuk suara. Sehingga, ketika diperintah menggerakkan kepala atau membuka mulut lebih lebar, ia bisa langsung merespons seperti pasien sungguhan.

Istimewanya lagi, pada bagian mulut Simroid ditanamkan jutaan sensor perasa seperti saraf manusia. Simroid akan merespons ketika sang dokter tanpa sengaja menyakiti "pasien."

Ia akan memutar bola mata, menggerak-gerakkan tangan, kemudian mengadu, mengerang, atau berkata, "Aduh, sakit!" Jika merasa sangat kesakitan, Simroid akan menangis. Juga ada refleks tambahan. Itu bisa terlihat jika sang dokter memasukkan peralatan terlalu dalam ke kerongkongan. Simroid juga mengeluarkan suara seperti orang yang akan muntah.

Android Bayi

Masih dari departemen android simulator. Kali ini, yang dijadikan objek adalah "bayi" berusia sekitar tiga bulan. Kalau Simroid ditujukan untuk para dokter gigi, android bayi ini lebih disarankan untuk dipakai oleh para orang tua. Terutama, mereka yang berusia masih muda.

Secara fisik, android ini memang tidak persis manusia seperti Simroid. Namun, respons yang diberikannya nyaris seperti bayi betulan. Kalau pemiliknya tidak merawat dengan benar, misalnya terlambat memberi susu atau mengganti popok, ia akan langsung menangis keras-keras.

Pleo

Robot peliharaan ini berbentuk bayi Camarasaurus. Salah satu jenis dinosaurus herbivora yang hidup di akhir masa Jurassic, sekitar 145-155 juta tahun lalu. Ia diberi nama Pleo. Ugobe, perusahaan pembuatnya, menciptakan Pleo dengan dimensi ukuran seperti saat pertama lahir.

Layaknya peliharaan artifisial lain, seperti Aibo atau Robosapien, Pleo juga bisa diajak bermain. Bisa juga, berjoget mengikuti irama musik tertentu. Namun, perancangnya, Caleb Chung yang sukses dengan Furby, mainan peliharaan berbentuk burung hantu berbulu lebat, mengklaim Pleo sebagai life forms.

Maksudnya, Pleo mempunyai sifat dan emosi bawaan dari program. Tapi juga bergantung perlakuan sang pemilik. Jika diperlakukan penuh kasih sayang, ia akan tumbuh menjadi peliharaan yang manis, penurut, dan menyenangkan. Kalau terlalu dimanja, ia akan menjadi sedikit nakal dan menjengkelkan.

Kunci kemampuan robot ini terletak pada 38 sensor yang tersebar di seluruh tubuh. Fungsinya, mendeteksi cahaya, gerakan, sentuhan, dan suara. Ketika dibelai di bagian tertentu, seperti dagu atau punggung, Pleo akan melenguh kesenangan. Ia mampu mengingat gesture tertentu untuk berkomunikasi dengan pemiliknya.

"Dalam setiap desain, aku ingin membuat objek yang mampu berperilaku sesuai dengan kondisi lingkungan sekitar. Yakni, objek yang punya empati dan tujuan. Bukan hanya robot yang seperti dibuat ilmuwan kebanyakan," tulis Chung dalam sebuah blog.

Peliharaan menakjubkan ini usai dirancang pada 2005. Namun, baru akan beredar mulai 21 Januari 2008 di seluruh dunia. Tiap item dibanderol USD 349 atau sekitar Rp 3,3 juta. (rum/bs)

Ganesha Line Follower Robot Competition (Galelobot) 2007



source

Bandung, itb.ac.id – Himpunan Mahasiswa Fisika Teknik (HMFT) telah mengadakan Kompetisi Galelobot (Ganesha Line Follower Robot) pada hari Sabtu (24/03) di Aula Barat Kampus ITB. Galelobot merupakan kompetisi robot penelusur garis (line follower robot) yang mempertandingkan kecepatan robot untuk mencapai garis finish. Walaupun Galelobot ini baru diadakan untuk pertama kalinya jumlah tim yang terdaftar cukup banyak yakni 60 tim dari berbagai perguruan tinggi se–Jawa. Jumlah ini jauh diatas target panitia sebelumnya yakni 30 tim.

Dalam kompetisi ini robot harus mampu memiliki tenaga penggerak yang cukup kuat serta sistem kendali otomatis yang mampu mendeteksi keberadaan line di tempat gelap karena lintasan yang harus dilewati robot memiliki tingkat kesulitan yang cukup tinggi. Lintasan tidak hanya lurus dan datar tetapi memiliki tanjakan dan track yang berliku–liku. Selain itu terdapat juga terowongan gelap yang membuat line tidak dapat terlihat secara kasat mata.

Galelobot ini memperebutkan hadiah total senilai 7 juta rupiah. Juara pertama adalah robot “Baby_bot” dari Universitas Gadjah Mada (UGM). Juara kedua berasal dari Institut Teknologi Nasional (Itenas) dengan nama “Dugenk’z 010”. Juara ketiga juga direbut oleh Itenas dengan robot “Barokah III”. Selain itu terdapat juga juara favorit berdasarkan polling peserta dan panitia. Juara pertama kategori robot terfavorit adalah robot “Dugenk’z 010” dari Itenas kemudian disusul oleh robot ‘Waruga_Jaya’ dari Politeknik Bandung (Polban).

Robot yang dapat dipertandingkan dalam Galelobot ini harus memenuhi beberapa spesifikasi yang telah ditetapkan oleh panitia. Spesifikasi tersebut dapat dilihat di http://hmft.tf.itb.ac.id/galelobot/peraturan.html. Rencana untuk kedepannya kompetisi ini akan diperluas untuk perguruan tinggi se–Indonesia.

Teori 'Otak Dengkul' Bikin Robot Jalan Cepat

 

source

Runbot (Woergoetter dkk.)

Jakarta - Ilmuwan di Jerman berhasil menemukan cara untuk membuat robot berjalan mirip manusia. Bukan hanya mirip, robot ini pun bisa berjalan cepat dibandingkan robot serupa yang sudah ada.

Robot itu bernama Runbot, sebuah robot berkaki dua berukuran kecil yang bisa bergerak sejarak tiga kali panjang kakinya dalam satu detik. Ini hanya sedikit lebih lambat dari kecepatan manusia saat berjalan dengan cepat.

Robot ini menggunakan teori 'otak dengkul' yang dikemukakan pertama kali oleh NIkolai Bernstein pada era 1930-an. Teori itu pada intinya mengemukakan bahwa otak manusia (yang ada di kepala) tidak melulu memproses cara berjalan.

Otak, ujar Bernstein, hanya bekerja saat berjalan dari satu permukaan ke permukaan lain, misalnya dari lantai ke rumput, atau saat permukaan tidak rata. Selebihnya, kemampuan berjalan ditangani oleh 'otak' alias syaraf-syaraf di tulang punggung dan kaki, termasuk di dengkul.

Dengan menerapkan teori tersebut, Profesor Florentin Woergoetter dan tim dari Universitas Gottingen, Jerman, berhasil membuat Runbot. Tim Woergoetter mencakup ilmuwan dari berbagai latar belakang, termasuk Poramate Manoonpong, Tao Geng, Tomas Kulvicius dan Bernd Porr.

Bukan Robot Kikuk

Saat berjalan menuju sebuah tanjakan, Woergoetter mengatakan, 'otak dengkul' Runbot akan menganggap tidak ada masalah. Namun ketika tubuh Runbot terjatuh karena gaya gravitasi menariknya ke belakang sistem 'otak atas' Runbot akan mendeteksinya dan melakukan perubahan.

Selanjutnya, ujar Woergoetter, perubahan itu akan diterapkan ke 'otak dengkul' sehingga 'otak atas' tak perlu terus menerus melakukan proses. "Sulitnya pada robot, adalah menerapkan gerakan pada waktu yang tepat --dalam hitungan milidetik-- agar tidak jatuh," paparnya.

Runbot memiliki cara jalan yang berbeda dengan robot populer seperti Asimo, atau sejenisnya. "Robot-robot itu adalah pejalan kinematis, mereka berjalan selangkah demi selangkah dan memperhitungkan setiap sudut setiap milidetik," ia menjelaskan.

Melalui teknologi kecerdasan buatan dan rekayasa robotika, Woergoetter mengatakan proses rumit itu memang bisa dilakukan. "Namun sangat kikuk. Manusia tidak berjalan seperti itu. Mesin-mesin besar itu menghentak bagai robot, kami mau membuat robot yang berjalan seperti manusia," ujarnya.

Saat ini tim tersebut sedang memikirkan bagaimana menerapkan Runbot untuk membuat robot yang berukuran lebih besar. Runbot juga akan dikembangkan agar reaksinya lebih cepat dan lebih adaptif.

 

Mampu Mainkan Teknik Vibrato



source

Robot Operator Musik dari Toyota

Pernah mendengar analogi tentang seseorang yang punya sifat kaku dan tidak punya sisi lembut? Dia sering dikatakan mirip robot. Bergerak kaku, tanpa hati, tanpa jiwa seni. Namun, tampaknya, sebentar lagi analogi tersebut tak lagi berlaku. Pasalnya, robot pun kini punya jiwa seni.

Itulah kapabilitas yang ditanamkan Toyota Motor Corp. pada produk terbarunya, yakni robot pemain biola. Robot berkemampuan unik tersebut pertama diperkenalkan pada awal Desember lalu.

Bentuk robot itu mirip dengan robot-robot humanoid keluaran Toyota sebelumnya. Berwarna putih dengan tinggi sekitar 1,5 meter dan punya dua kaki. Bisa berjalan dengan kecepatan hingga 4 km/jam. Pergerakannya pun hampir mirip manusia.

Selain itu, jari-jari robot tersebut mempunyai 17 sendi yang bisa digunakan layaknya jari manusia. Termasuk, menekan dawai pada fingerboard biola. Dia juga memiliki kemampuan harmonisasi antara lengan kiri dengan kanan. Sehingga, robot itu bisa menggesek biola untuk memainkan lagu-lagu tertentu.

Jari-jari tersebut juga sangat sensitif dan mampu melakukan gerakan-gerakan rumit. Seperti, menekan senar-senar biola dengan kecepatan tinggi. Bahkan, sang robot bisa memberikan efek vibrato (bergetar, Red) ketika tangan kirinya menekan dawai biola.

Pada 2005, Toyota juga pernah memperkenalkan robot berkemampuan sejenis. Sama-sama punya sense of music. Robot itu terdiri atas dua varian. Ada yang bergerak dengan kaki. Ada pula yang bergerak menggunakan roda. Ukurannya lebih kecil dari si "pemain biola". Robot dengan alat gerak kaki mempunyai tinggi 120 cm. Sementara, si robot beroda mempunyai tinggi 100 cm.

Instrumen musik yang dimainkan dua robot tersebut berbeda. Robot generasi kedua memainkan biola. Sedangkan dua robot pendahulunya mampu mengoperasikan terompet.

Sang robot punya kemampuan itu karena ada "bibir" buatan. Alat tersebut mampu bergerak dan mengembuskan udara. Seperti yang dilakukan bibir manusia. Dia mampu mengoordinasikan tiupan bibir dengan gerakan tangan. Gerakan sang robot tidak hanya sekadar tiup. Robot itu mampu memainkan beberapa lagu dengan terompet, seperti yang dilakukan manusia.

Robot-robot tersebut tidak hanya berperan sebagai pemain musik. Mereka juga dirancang sebagai robot pembantu manusia. Tentu saja, ketangkasan dan presisi gerakannya luar biasa akurat.

"Kami ingin membuat robot yang berguna bagi manusia dalam kehidupan sehari-hari," ujar Katsuaki Watanabe, CEO Toyota Motor Corp. Ke depannya, perusahaan yang juga salah satu produsen mobil terbesar itu berencana menambahkan kemampuan inteligensi. Sehingga, si robot bisa difungsikan sebagai penunjuk jalan atau pemandu wisata.

Untuk sementara, robot-robot tersebut belum dipasarkan. Namun, Toyota berencana menggunakannya di rumah sakit dan beberapa anak perusahaannya mulai tahun depan. (rum/bs)